Kisah Pak Raden, Sebatang Kara yang Disengsarakan Negara


Kumis tebal, suara parau, setelan khas Jawa dengan belangkon, menjadi ciri khas salah satu pendongeng termasyur tanah air, Drs Suyadi atau yang dikenal dengan nama Pak Raden. Di balik sosoknya itu ternyata ada kisah sedih nan memilukan.

Pak Raden mungkin dikenal oleh anak-anak yang besar di generasi 1980-1990 karena karyanya bertajuk 'Si Unyil' yang tayang di Televisi Republik Indonesia (TVRI).

Selama 12 tahun, sosok Pak Raden muncul di Minggu pagi memberikan tawa, canda, atau mungkin kesan seram karena suara parau-nya yang terkesan galak.

Sosok Pak Raden ternyata jauh dari kata galak atau menyeramkan. Senyum riang dan ramah membuat anak-anak tidak segan untuk berfoto atau sekedar ingin memegang kumis tebalnya. Tak heran, Pak Raden menjadi salah satu ikon anak-anak sampai saat ini.

Namun ada kisah miris terkuak di balik kehidupan Pak Raden. Selama ini, Drs Suyadi, yang hidup membujang, menghabiskan masa tuanya sebatang kara dengan kondisi ekonomi yang sangat pas-pasan. Tak ada rumah bagus dengan taman luas, hanya rumah sederhana di antara gang-gang sempit ibu kota.

Perjalanan melewati gang sempit harus dilalui untuk mencapai rumahnya yang terdapat di Jalan Petamburan III, Slipi, Jakarta Barat. Sesampainya di sana, terlihat puluhan kucing kesayangan Pak Raden menjadi teman pria tua tersebut.

"Kondisi rumahnya memprihatinkan. Sedih sekali waktu datang ke sana. Masih terpajang lukisan dan boneka-boneka Si Unyil. Memang tidak terurus," ujar Kennieta, salah satu rekan kerja yang pernah membantu Pak Raden dalam sebuah penggalangan dana